Kamis, 13 Oktober 2011

  

Politik dan Ekonomi dalam Pembahasan Ranperda Ketenagakerjaan di Batam

Oleh: Ade P. Nasution, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kepulauan, Batam
Pembahasan Ranperda Ketenagakerjaan yang di mulai dibahas pada periode 2004-2009 DPRD Kota Batam, sampai saat ini (periode 2009-2014) belum menemukan titik terang. Berbagai macam pro kontra selalu mewarnai perdebatan pembahasan ranperda baik di dalam ruangan Rapat DPRD Batam maupun pada wacana publik terutama yang diwakili oleh kalangan Pengusaha dan Pekerja.

Perlu diketahui, Ranperda Ketenagakerjaan ini  adalah merupakan produk hak inisiatif anggota DPRD Batam yang diwakili oleh Komisi IV DPRD Kota Batam.
Tentu, ranperda yang merupakan hak inisiatif DPRD Kota Batam sangat berbeda dengan Ranperda yang diusulkan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) , terutama dalam hal pembiayaan. Perda hasil hak inisiatif biasanya merupakan bentuk kepedulian Anggota  DPRD terhadap permasalahan sosial yang ada. Menurut data yang ada, DPRD Kota Batam baru menghasilkan satu perda yang merupakan hak inisiatif yaitu perda Wakaf
Secara politis, apabila ranperda ketenagakerjaan ini berhasil dijadikan sebagai produk hukum dalam bentuk peraturan daerah (Perda), maka  secara otomotis akan  mengikut sertakan keterlibatan aktif DPRD Kota Batam dalam berbagai persoalan ketenaga kerjaan seperti besaran upah, jaminan sosial tenaga kerja, serta persoalan negatif yang ditimbulkan oleh praktik alih daya tenaga kerja (outsourcing)
Ketika UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan  adalah satu-satunya payung hukum ketenaga kerjaan di Indonesia, masalah ketenagakerjaan bukanlah domain dari DPRD baik DPRD Kota/Kabupaten maupun DPRD Provinsi, hal ini dapat kita lihat bahwa pembahasan Upah, baik Upah Minimum Kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan hasil pembahasan tripartit yaitu pihak pengusaha, pekerja dan pemerintah daerah, yang tanpa melibatkan sedikitpun peran unsur legislatif. Demikian juga pesoalan yang menyangkut permasalahan hubungan industrial, selalu saja, karena aturan perundangan, DPRD Kota/Kabupaten tidak bisa masuk ke wilayah tersebut.
Dalam banyak Undang-Undang yang ada di Negara ini, selalu dibutuhkan penjabaran yang lebih detail dari undang-undang tersebut yaitu dalam bentuk peraturan pemerintah maupun peraturan daerah. Jadi wajar saja apabila UU No. 13 tahun 2003 menyisakan persoalan-persoalan, utamanya adalah  persoalan berbedanya penafsiran makna akan undang-undang tersebut dan ke-khas-an daerah masing yang tentunya di interpretasi  berdasarkan sudut pandang kepentingan.
Kita juga tahu, bahwa UU No. 13 Tahun 2003 tersebut disusun dalam konteks secara makro masalah ketenakerjaan di seluruh Indonesia tanpa memperhatikan Produk Domestik Regional Bruto,  struktur industri, indeks harga konsumen dan indikator lainnya antar kota/kabupaten di Indonesia. Beberapa kekhususan kota Batam adalah antara lain lebih dari 62% Produk Domestik Regional Brutonya dikuasai oleh sektor industri pengolahan
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh kelompok pengusaha yang merasa keberatan tentang Perda Ketenagakerjaan ini adalah menurut mereka perda ketenagakerjaan ini akan menambah jenjang birokrasi yang panjang, karena tentunya akan melibatkan DPRD Batam dalam setiap pembahasan masalah ketenagakerjaan di Kota Batam. Tanpa keterlibatan DPRD Kota Batam, misalnya, selama ini pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) yang melibatkan unsur tripartit selalu diwarnai dengan  perdebatan seru dan demontrasi tenaga kerja yang memakan waktu dan energy kedua belah pihak. Disamping itu secara pesimistis mereka menilai bahwa isi dari Perda Ketenagakerjaan ini melulu lebih mementingkan kepentingan kekompok pekerja yang tentunya menurut mereka ini ujung-ujungnya akan menambah biaya yang harus mereka keluarkan.
Menurut hemat penulis, Perda ketenagakerjaan di Batam, bermanfaat bagi pengusaha maupun tenaga kerja. Bagi pengusaha, manfaaatnya adalah  dapat melibatkan DPRD Kota Batam bersama Pemerintah Kota Batam untuk bertanggungjawab terhadap pengendalian harga bahan konsumsi yang selalu menjadi momok dalam pembahasan Upah dari tahun ke tahun. Disamping itu juga, dengan adanya perda ini diharapkan dapat dijabarkan kriteria/klassifikasi dunia usaha baik itu skala besar, yang nantinya akan digunakan untuk pengeculian dalam penerapan Upah Minimum maupun pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi perusahaan/usaha yang dikategorikan tidak mampu.
Disamping itu, kontributor utama dalam setiap kenaikan upah yaitu sektor transportasi, sektor perumahan dan konsumsi yang mengegerogoti besaran upah tenaga kerja dapat dicarikan solusinya bersama DPRD Kota Batam dan pemerintah Kota Batam tentunya melalui kebijakan penganggaran dari APBD Kota Batam misalnya dengan penambahan jumlah bus karyawan, pembangunan rumah susun sewa dan paling penting adalah pengendalian harga bahan kebutuhan konsumsi.
Manfaat bagi tenaga kerja adalah antara lain adanya jaminan bahwa upah yang mereka terima adalah hasil pembahasan yang fair dan rasional berdasarkan indikator-indikator yang terpercaya. Disamping itu pekerja dilindungi dari kesewenang-wenangan dalam hal kesejahteraan dan jaminan sosial mereka.
Sedangkan manfaat makro perekonomian batam, perda ini diharapkan dapat mengatur  kembali pola pelatihan  tenaga kerja yang selama ini terabaikan meskipun di Batam telah ada Balai Latihan Kerja (BLK) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Batam, BP Batam dan Departemen Tenaga Kerja RI, namun belum mampu menghasilkan tenaga kerja yang terlatih dan menjadi tuan di negerinya sendiri.***

Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam Perekonomian Indonesia



jika kita berbicara tentang perekonomian Indonesia, yang akan terpikir di benak kita adalah tentang kondisi dan keadaan ekonomi di Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia dapat diukur dengan menggunakan beberapa indikator, misalnya pendapatan nasional dan Produk Domestik Bruto (PDB). pendapatan nasional dan PDB yang tinggi menandakan kondisi perekonomian suatu negara sedang bergairah.
pemerintah mempunyai berbagai kebijakan untuk menjaga atau memperbaiki kualitas perekonomian Indonesia.
yang pertama adalah kebijakan fiskal. kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
kebijakan fiskal mempunyai berbagai bentuk. salah satu bentuk kebijakan fiskal yang sedang marak adalah BLT. banyak orang melihat BLT hanya bantuan kepada orang yang kurang mampu. sebenarnya di balik itu ada tujuan khusus dari pemerintah. BLT diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat juga meningkat. dengan demikian permintaan dari masyarakat juga meningkat. meningkatnya permintaan dari masyarakat akan mendorong produksi yang pada akhirnya akan memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia.
contoh lain dari kebijakan fiskal adalah proyek-proyek yang diadakan oleh pemerintah. katakanlah pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah. dengan bertambahnya pendapatan mereka akan terjadi efek yang sama dengan BLT tadi.
kebijakan fiskal juga dapat berupa kostumisasi APBN oleh pemerintah. misalnya dengan deficit financing. defcit financing adalah anggaran dengan menetapkan pengeluaran > penerimaan. deficit financing dapat dilakukan dengan berbagai cara. dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia. yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat. sayangnya, rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri.
tidak hanya Indonesia, tetapi Amerika Serikat juga pernah menerapkan deficit financing dengan mengadakan suatu proyek. proyek tersebut adalah normalisasi sungan Mississipi dengan nama Tenesse Valley Project. proyek ini dimaksudkan agar tidak terjadi banjir. proyek ini adalah contoh proyek yang menerapkan prinsip padat karya. dengan adanya proyek ini pengeluaran pemerintah memang bertambah, tetapi pendapatan masyarakat juga naik. pada akhirnya hal ini akan mendorong kegiatan ekonomi agar menjadi bergairah.
mari kita mengingat sedikit kejadian pada akhir tahun 1997 saat terjadi krisis moneter di Indonesia. pada saat itu nasabah berduyun-duyun mengambil uang di bank (fenomena bank rush) karena takut bank tidak mempunyai dana yang cukup untuk mengembalikan tabungan mereka. untuk mengatasi masalah ini bank-bank umum diberi pinjaman dari Bank Indonesia yang disebut Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI).
pada saat itu memang seluruh tabungan dijamin oleh pemerintah, maka dari itu pemerintah juga harus mengambil tindakan saat terjadi fenomena tadi.
seharusnya saat suatu perusahaan (termasuk bank umum) kekurangan modal pemilik harus menambah modalnya pada perusahaan tersebut. ini berlaku pada umum dan pemerintah. jika pemerintah kekurangan dana, pemerintah bisa menambah dana dengan menjual saham yang dimiliki pemerintah. perlu diingat, ada beberapa perusahaan yang sahamnya dimiliki pemerintah.
kebijakan yang kedua adalah kebijakan moneter. kebijakan moneter adalah kebijakan dengan sasaran mempengaruhi jumlah uang yang beredar. jumlah uang yang beredar dapat dipengaruhi oleh Bank Indonesia. selain dengan langsung menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar, mengatur jumlah uang yang beredar juga bisa menggunakan BI Rate. BI rate adalah instrumen dari pemerintah untuk acuan seberapa besar bunga simpanan jangka pendek, misalnya Surat Berharga Indonesia. biasanya bank-bank umum akan menaikkan atau menurunkan suku bunganya seiring dengan naik atau turunnya BI Rate. maka dari itu, saat BI Rate diturunkan, suku bunga kredit juga turun, sehingga biaya investasi ikut turun. dari sini, diharapkan investasi meningkat.
(kapitalis banget…)
kebijakan moneter juga mengatur tentang giro wajib minimum, yaitu jumlah simpanan bank umum di Bank Indonesia yang merupakan sebagian dari titipan pihak ketiga. saat ini giro wajib minimum sebesar 8 % dari titipan pihak ketiga.
kebijakan moneter juga berpengaruh dalam perdagangan internasional dengan mengendalikan tarif ekspor impor. jika tarif impor naik, dorongan untuk impor berkurang. jika tarif impor turun, dorongan untuk ipmpor bertambah dan harga barang-barang impor menjadi lebih murah.
sedikit tambahan, sekitar 95 % kapas yang digunakan sebagai produksi di Indonesia adalah hasil impor. dalam kasus ini industri katun sebagai hasil olahan kapas dalam negeri akan turun jika tarif impor naik.
satu lagi kebijakan yang dimiliki pemerintah Indonesia adalah kebijakan sektoral. kebijakan ini menitikberatkan pada satu dari sembilan sektor perekonomian di Indonesia. misalnya, di sektor pertanian pemerintah memberikan subsidi pupuk. subsidi ini diberikan agar harga pupuk murah. dengan demikian pupuk akan terdorong untuk dipakai. contoh lainnya adalah kebijakan di sektor industri. di sektor ini pemerintah membuat kebijakan kawasan ekonomi khusus. kawasan ekonomi khusus adalah kawasan yang khusus digunakan untuk pendirian industri. misalnya, kawasan industri Cilacap. kawasan ini mempunyai hak khusus, misalnya di Batam impor bahan mentah tidak terkena pajak, sehingga hal ini akan mendorong produksi di sana.

INDAKAN, MOTIF, DAN PRINSIP EKONOMI

Standar Kompetensi : Memahami usaha manusia memenuhi kebutuhan.
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi tindakan ekonomi berdasarkan motif dan prinsip ekonomi
dalam berbagai kegiatan sehari-hari
Indikator :
1. Menjelaskan pengertian tindakan ekonomi
2. Menyebutkan tiga contoh tindakan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari
3. Menjelaskan pengertian motif ekonomi
4. Menjelaskan motif ekonomi dan nonekonomi yang mendorong seseorang melakukan kegiatan pokok ekonomi dalam kehidupan sehari-hari
5. Menjelaskan pengertian prinsip ekonomi
6. Menjelaskan penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan pokok ekonomi dalam kehidupan sehari-hari


A. Tindakan Ekonomi

Pada bab terdahulu, kita telah membahas manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi yang bermoral. Pada pembahasan tersebut telah diungkapkan bahwa manusia selalu memikirkan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selama manusia hidup di dunia, mereka tidak akan berhenti untuk terus berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak kita lahir ke dunia hingga kita dewasa dan menjadi tua, kita selalu butuh makan dan minum, kita butuh pakaian dan rumah sebagai tempat berteduh, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Lalu, bagaimana cara manusia memenuhi berbagai kebutuhannya? Ketika kita kecil, kita masih bergantung pada orang tua. Orang tualah yang memikirkan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan keluarga. Ketika kita besar dan dewasa, tanggung jawab orang tua semakin berkurang. Kita sendiri yang berpikir bagaimana caranya memenuhi kebutuhan hidup kita. Pada jaman sekarang untuk memenuhi kebutuhan manusia butuh uang. Uang didapat dari bekerja. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia jaman sekarang harus bekerja.
Bagaimana orang jaman dulu, ketika belum ada uang, memenuhi kebutuhannya? Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, manusia jaman dulu mengambil langsung dari alam. Mereka berburu menangkap binatang atau ikan dan mencari buah-buahan dan dedaunan yang tumbuh di lingkungan sekitar. Mereka pergi ke gua dan pohon tinggi besar sebagai tempat berteduh dan tidur. Untuk pakaian mereka menggunakan dedaunan yang lebar.
Jadi, dari jaman dulu sampai jaman kita sekarang ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja. Jaman dahulu manusia bekerja dengan jalan mengambil langsung dari alam dan mengolah alam untuk menghasilkan makanan. Jaman sekarang manusia bekerja demi mendapatkan uang untuk dibelanjakan berbagai kebutuhan hidup. Manusia yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut melakukan tindakan ekonomi atau kegiatan ekonomi. Tidak hanya itu, ketika kita membeli barang atau menggunakan / memanfaatkan barang, berarti kita melakukan kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya manusia melakukan tindakan / kegiatan ekonomi.
Tindakan ekonomi terdiri atas tiga kegiatan pokok ekonomi, yaitu (1) kegiatan produksi, (2) kegiatan konsumsi, dan (3) kegiatan distribusi. Tiga kegiatan pokok ekonomi ini akan kita bahas lebih lengkap pada bab lain.

B. Motif Ekonomi

Apakah motif ekonomi itu? Motif berasal dari bahasa Inggris, motive, yang berarti dorongan. Secara sederhana, dorongan atau alasan yang membuat orang mau melakukan tindakan ekonomi disebut motif ekonomi. Lebih jelasnya, yang dimaksud motif ekonomi adalah suatu kekuatan yang mendorong orang untuk melakukan tindakan / kegiatan ekonomi.
Mengapa orang mau bekerja? Apa yang membuat petani mau bekerja di sawah? Apa yang mendorong nelayan mau bersusah payah mengarungi lautan luas mencari ikan? Apa yang membuat ayah atau ibu kita siang malam bekerja di kantor? Ada dua alasan mengapa orang melakukan kegiatan ekonomi, yaitu alasan ekonomi (motif ekonomi) dan alasan di luar ekonomi (motif nonekonomi).
Secara garis besar, motif ekonomi yang mendorong seseorang mau melakukan tindakan ekonomi karena seseorang itu ingin:
1. mendapat laba / keuntungan.
2. mendapat kepuasan atau kenikmatan sebesar-besarnya.
Sedangkan motif nonekonomi yang mendorong seseorang melakukan tindakan ekonomi karena seseorang itu ingin :
1. membantu orang lain.
2. mendapatkan penghargaan dan penghormatan dari masyarakat.
3. mendapatkan kedudukan atau jabatan di masyarakat.

C. Prinsip Ekonomi

Prinsip ekonomi adalah dasar berpikir yang digunakan manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi
Dasar berpikir dalam prinsip ekonomi adalah:
 “ dengan pengorbanan tertentu diperoleh kepuasan sebesar-besarnya” atau
 “dengan pengorbanan sekecil-kecilnya demi mendapatkan kepuasan tertentu”
Mari kita pahami maksud dari kalimat yang menjadi dasar berpikir dari prinsip ekonomi di atas.
Misalnya ayah kita mempunyai perusahaan yang memproduksi sepatu. Sebelum sepatu dibuat, ayah kita menghitung berapa kira-kira biaya untuk memproduksi sepatu dan berapa harga jual sepatu itu. Jika ayah menerapkan prinsip ekonomi, maka ayah berusaha untuk menekan biaya pembuatan sepatu sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba atau keuntungan tertentu, sesuai harapan ayah.
Contoh yang lain, marilah kita ikuti seorang ibu yang sedang belanja di pasar. Ibu itu telah mencatat barang-barang yang akan dibeli. Ibu itu mengecek berapa uang yang dimilikinya. Jika ibu itu menerapkan prinsip ekonomi, apa yang akan dilakukan ibu itu? Tentu saja ibu itu menghitung uang yang dimilikinya agar cukup untuk belanja. Bahkan kalau bisa sisa. Bagaimana caranya? Jika barang yang akan dibeli banyak sedangkan uang yang ada kurang, maka yang dilakukan adalah membuat skala prioritas. Ibu itu harus menetapkan barang apa yang paling penting dan mendesak untuk dibeli dan barang apa yang paling tidak penting dan tidak mendesak untuk dibeli. Di samping membuat skala prioritas, ibu itu harus mencari informasi di mana bisa memperoleh barang-barang dengan harga yang lebih murah.
Sekarang, coba kalian membuat contoh penerapan prinsip ekonomi dalam kehidupanmu sebagai seorang siswa!

DAMPAK EKONOMI Lebih Dahsyat dari Perang Dunia

DAMPAK EKONOMI Lebih Dahsyat dari Perang Dunia



dikutip dari kompas.com: Sri Hartati Samhadi
Selain dampak ke kehidupan manusia dan lingkungan, dampak paling menakutkan dari fenomena pemanasan global adalah terhadap perekonomian. Dampak pemanasan global terhadap perekonomian dunia bisa jauh lebih parah dari kerusakan yang diakibatkan oleh kombinasi dua Perang Dunia dan depresi ekonomi dunia tahun 1930-an.
Emisi gas rumah kaca sekarang ini tak bisa dilepaskan dari aktivitas ekonomi. Data yang diungkapkan mantan ekonom Bank Dunia, Nicholas Stern, emisi karbon dioksida (CO>sub<2>res<>res<) selama ini sebagian besar bersumber dari penggunaan energi berbahan bakar fosil yang sangat berperan besar dalam menopang kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.
Ironisnya, bahan bakar fosil yang mencemari lingkungan ini diperkirakan masih akan menjadi sumber energi yang dominan bagi dunia hingga beberapa dekade ke depan.
Penggunaan energi ini terutama (61 persen) untuk pembangkit listrik, pemanasan, transportasi, dan industri. Perubahan fungsi lahan seperti penggundulan hutan (deforestasi) dan pertanian juga menyumbang besar pada pemanasan global, yakni 18 dan 14 persen. Belakangan, kebutuhan energi untuk transportasi bahkan menggusur kebutuhan untuk aktivitas lainnya.
Emiten terbesar gas rumah kaca sekarang ini masih negara-negara maju, yakni Ameria Serikat (AS) dan Uni Eropa. Negara-negara maju secara bersama-sama bertanggung jawab atas sekitar 79 persen emisi gas rumah kaca global dalam 50 tahun terakhir.
Namun, posisi negara maju sebagai pencemar biosfir ini diperkirakan Stern sudah akan tergusur oleh kelompok negara berkembang dalam satu dekade atau lebih mendatang. Dan dalam 20-25 tahun ke depan, sekitar 70 persen emisi gas rumah kaca diperkirakan akan disumbangkan oleh negara-negara berkembang sekarang ini.
Meningkat dua kali
PricewaterhouseCoopers memperkirakan produksi CO2 global akan meningkat dua kali lipat lebih dari yang sekarang pada tahun 2050 jika negara-negara di dunia ini tidak melakukan apa-apa (business as usual).
Berdasarkan beberapa skenario model yang dibuatnya, Stern mempredikasikan bakal terjadi pemangkasan pertumbuhan ekonomi global hingga 3 persen jika temperatur global meningkat hingga 2-3 derajat Celsius, dibandingkan jika tidak ada perubahan iklim. Jika temperatur naik hingga 5 derajat Celsius, penurunan ekonomi bisa sampai 10 persen.
Skenario terburuk adalah jika negara-negara di dunia ini tidak melakukan apa pun untuk menekan tingkat emisi gas rumah kaca. Berdasarkan skenario terburuk ini, perekonomian global berisiko mengalami pemangkasan pertumbuhan yang sifatnya permanen hingga 20 persen dibandingkan jika tidak ada pemanasan global. Itu artinya rata-rata penduduk dunia akan 20 persen lebih miskin dibandingkan yang seharusnya.
Stern sendiri memperkirakan kemungkinan besar kenaikan suhu bisa mencapai 5-6 derajat Celsius dalam satu abad mendatang. Sedangkan biaya (cost) yang harus ditanggung perekonomian global mencapai 9 triliun dollar AS.
Artinya, dampaknya jauh lebih dahsyat dari dampak gabungan dua Perang Dunia atau depresi ekonomi tahun 1930-an. Angka itu belum memperhitungkan dampak pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Dan yang menjadi masalah lain, beban dampak pemanasan global ini tidak dibagi secara merata. Rakyat miskin dan negara-negara paling miskin adalah yang paling banyak menanggung kerugian karena ketidaksiapan mereka dan juga karena ketergantungan kehidupan mereka pada kondisi cuaca selama ini.
Prediksi Stern itu kurang lebih sejalan dengan perkiraan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Menurut IPCC, stabilisasi konsentrasi CO2 pada level antara 445-535 part per million (ppm) yang sekarang akan memangkas pertumbuhan ekonomi global hingga 3 persen.
Kalangan perusahaan asuransi global yang mengelola 26 triliun dollar AS aset perusahaan dunia, termasuk industri bahan bakar fosil, memperkirakan kerugian per tahun akibat pemanasan global pada dekade mendatang bisa mencapai 150 miliar dollar AS per tahun, atau lima kali lipat pendapatan total penduduk Nigeria per tahun.
Seperti Stern, Andrew Dlugolenski yang ikut menyusun laporan IPCC juga melihat dampak ekonomi akan paling berat dihadapi oleh negara Dunia Ketiga seperti Banglades, sebagian wilayah India seperti Mumbai, dan Indonesia, antara lain karena garis pantai yang rendah.
IPCC Working Group II memperkirakan 75 juta-250 juta penduduk di berbagai wilayah Benua Afrika akan menghadapi kelangkaan pasokan air pada tahun 2020. Kelaparan juga akan meluas. Di Asia Timur dan Asia Tenggara, produksi pertanian diperkirakan akan meningkat 20 persen, namun sebaliknya di Asia Selatan dan Asia Tengah merosot sekitar 30 persen.
Area pertanian yang mendapatkan hujan berkurang separuhnya di Afrika hingga 2020. Sekitar 20-40 persen spesies satwa dan tanaman terancam punah jika suhu meningkat 1,5-2,5 derajat Celsius. Menurut IPCC, emisi gas rumah kaca meningkat 70 persen sejak 1970 dan akan meningkat 25-90 persen dalam 25 tahun ke depan.
Akan tetapi, sekali lagi, perkiraan kondisi di atas adalah jika dunia tidak melakukan tindakan apa-apa dan bersikap business as usual. Berdasarkan model yang dikembangkan Stern, mimpi buruk itu hanya bisa dicegah jika ada tindakan secara simultan dari seluruh masyarakat dunia untuk melakukan mitigasi dan antisipasi.
Saling tuding
Dalam perhitungan dia, biaya yang diperlukan untuk melakukan pencegahan ini jauh lebih murah ketimbang konsekuensi yang harus ditanggung jika upaya-upaya itu tidak dilakukan.
Untuk menjaga stabilitas konsentrasi gas rumah kaca pada level yang sekarang dalam 20 tahun ke depan atau memangkas emisi tahunan sedikitnya 25 persen pada tahun 2050, misalnya, menurut dia, hanya diperlukan biaya sebesar 1 persen dari PDB setiap tahun. Jumlah ini kira-kira sama dengan belanja dunia untuk iklan atau separuh dari biaya yang harus dikeluarkan untuk memerangi pandemik flu global.
Namun, dalam praktiknya ternyata itu tidak mudah. Meski sudah ada berbagai konvensi dan kesepakatan internasional yang mengikat secara hukum negara-negara yang menandatanganinya, perilaku warga dunia hingga sekarang hampir tidak berubah. Yang terjadi adalah sikap saling tuding dan menunggu (wait and see).
Salah satu kendala utama upaya mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca adalah karena beberapa negara yang menjadi emiten terbesar gas rumah kaca sebagai biang kerok pemanasan global, sekarang ini belum terikat dalam kerangka kesepakatan atau konvensi global tersebut.
Termasuk di sini adalah AS sebagai perekonomian terbesar dan produsen CO2 terbesar dunia, yang hingga sekarang menolak menandatangani Protokol Kyoto yang dimaksudkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 5 persen dari tahun 1990 pada periode 2008-2012.
Selain itu juga negara-negara seperti China dan India, yang juga masuk dalam daftar 16 negara produsen terbesar CO2 di dunia. Negara-negara berkembang yang sedang pada puncak pertumbuhan ini umumnya enggan untuk sedikit mengerem pertumbuhan ekonomi mereka, antara lain karena angka kemiskinan yang masih tinggi.
Sebagai negara berkembang, negara-negara ini belum menjadi target dari kesepakatan Kyoto. Emisi gas rumah kaca China memang masih kalah dibandingkan AS, yakni 10.500 pon per kapita, sementara AS hampir 42.500 pon per kapita, melonjak tajam dari sebelumnya seperenam dari rata-rata AS.
Namun, dengan penduduk 1,3 miliar jiwa (empat kali lipat lebih dari penduduk AS) dan pertumbuhan ekonomi sekitar 10 persen per tahun—tanpa ada tanda-tanda bakal melambat—dalam 25 tahun terakhir, China berpotensi menjadi penyumbang terbesar pemanasan global.
Hanya soal waktu bagi China untuk menyalip AS sebagai penyumbang utama emisi CO2. Sekarang ini, menurut Netherlands Environmental Assessment Agency dari Belanda, emisi CO2 China bahkan sudah menyalip AS, yakni 7,5 persen di atas AS pada 2006, dengan produksi CO2 mencapai 6,23 miliar metrik ton, sementara AS 5,8 miliar merik ton. Padahal, tahun sebelumnya, masih 2 persen lebih rendah.
Lonjakan emisi ini terutama karena konsumsi batu bara dan produksi semen. China sekarang ini masih mengandalkan dua pertiga kebutuhan energinya pada batu bara dan menyumbang 44 persen produksi semen dunia.
Dengan kemajuan ekonomi dan meningkatnya kemakmuran masyarakatnya, emisi akan meningkat sehingga bukan tidak mungkin China bakal mencekik seluruh planet Bumi. Rata-rata setiap 3-4 hari sekali, negara ini menambah satu pembangkit tenaga listrik baru bertenaga batu bara yang mencekoki atmosfer dengan semburan berton-ton sulfur.
Sementara untuk India, meskipun negara itu sekarang ini hanya menyumbang 5 persen dari emisi global, pertumbuhan pesat ekonomi dan penduduknya diperkirakan World Resources Institute berpotensi meningkatkan emisi CO2 hingga 70 persen pada 2025.
Keengganan China dan China mengerem emisi CO2 juga dilatari pandangan mereka bahwa negara-negara majulah sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas terjadinya pemanasan global, sehingga sudah semestinya negara maju seperti AS yang harus lebih dahulu bertindak.

Tujuan Ekonomi dalam Islam

Tujuan Ekonomi dalam Islam

Dalam pandangan Islam, manusia bukanlah makhluk yang dikutuk karena membawa dosa turunan (original sin), tetapi merupakan khalifah Allah SWT di muka bumi (QS. 2:30). Allah SWT menciptakan bumi dan segala isinya untuk manusia (QS. 2:29) dan memberi kebebasan kepada manusia untuk mengelola sumber daya ekonomi yang tersedia di alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membangun peradaban manusia ke arah yang lebih baik.
Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan melakukan transaksi perekonomian sesama mereka (muamalah). Mengenai muamalah (kegiatan ekonomi) tersebut terdapat kaidah fiqh yang menyatakan bahwa “Hukum ashal (awal/asli) dari muamalah adalah boleh (mubah) sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Artinya, segala kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan dalil-dalil nash (Al-Quran dan sunnah). Dengan kata lain, kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk tujuan tertentu yang sejalan dengan ajaran Islam.
Menurut Muhammad Umar Chapra, salah seorang ekonom Muslim, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi tersebut dapat dirumuskan menjadi 4 macam.
Pertama, kegiatan ekonomi atau muamalah bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas norma-norma moral Islami. Agama Islam membolehkan manusia untuk menikmati rezeki dari Allah namun tidak boleh berlebihan dalam pola konsumsi (QS. 2:60, 168, 172; 6:142; 7:31, 160; 16:114; 20:81; 23:51; 34:15; 67:15).
Di samping itu Allah SWT mendorong umat-Nya untuk bekerja keras mencari rezeki setelah setelah melakukan shalat Jum’at (QS. 62:10). Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia seperti bertani, berdagang, dan usaha-usaha halal lainnya dianggap sebagai ibadah. Hal ini menujukkan bahwa usaha untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang lebih baik harus menjadi salah tujuan masyarakat Muslim.
Kedua, tatanan ekonomi yang diusahakan bertujuan untuk membina persaudaraan dan menegakkan keadilan universal. Islam menginginkan terbinanya tatanan sosial di mana semua individu mempunyai rasa persaudaraan dan keterikatan layaknya suatu keluarga yang berasal dari orangtua yang sama (QS. 49:13).
Dengan demikian, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia jangan sampai menimbulkan rasa permusuhan, peperangan, dan ketidakadilan ekonomi sebagaimana yang masih banyak dijumpai pada saat ini. Dengan adanya rasa persaudaraan sesama umat manusia, tidak akan timbul perebutan sumber-sumber ekonomi dan yang timbul adalah bertolong-tolongan untuk kesejahteraan bersama (QS. 5:2).
Ketiga, distribusi pendapatan yang seimbang. Islam mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persaudaraan manusia dan keadilan. Oleh karena itu, ketidakadilan ekonomi tidak dibenarkan dalam Islam. Ketidakmerataan ekonomi tersebut hanya akan meruntuhkan rasa persaudaraan antar sesama manusia yang ingin dibina oleh Islam. Menurut ajaran Islam, semua sumber daya yang tersedia merupakan ‘karunia Allah SWT yang diberikan kepada semua manusia’ (QS. 2:29), sehingga tidak ada alasan kalau sumberdaya ekonomi itu hanya terkonsentrasi pada beberapa kelompok manusia (QS. 59:7).
Pemerataan tersebut dapat dilakukan melalui zakat, infak, shadaqah, wakaf, dan transaksi-transaksi halal lainnya yang dikelola dengan baik sesuai dengan spirit yang dikandungnya.
Keempat, tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial. Salah satu misi yang diemban oleh Muhammad saw adalah untuk melepaskan manusia dari beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka (QS. 7:157). Khalifah Umar bin Khatab mengatakan, “Sejak kapan kamu memperbudak manusia padahal ibu-ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?” Imam Syafii juga mengatakan, “Allah menciptakan kamu dalam keadaan merdeka, oleh karena itu jadilah manusia yang merdeka.” meskipun demikian, kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial haruslah dalam batas-batas yang ditentukan oleh Islam. Artinya kebebasan itu jangan sampai berkonflik dengan kepentingan sosial yang lebih besar dan hak-hak orang lain.

Presiden: Ekonomi Indonesia Bukan Neoliberalisme

SBY: Tahun 2025 Ekonomi Indonesia Sekuat China
Headline
Presiden SBY - presidensby.info
Oleh: Charles MS
Ekonomi - Selasa, 14 Desember 2010 | 16:22 WIB
TERKAIT
Powered by Translate
INILAH.COM, Surabaya - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan pada 15 tahun yang akan datang paling lambat tahun 2025, Indonesia akan menjadi emerging economic.

Hal ini disampaikan SBY saat memberikan kuliah umum di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Selasa (14/12). Dalam pemaparannya dalam acara yang bertemakan 'Teknologi, Ekonomi dan Masa Depan Indonesia', SBY lebih banyak berbicara masalah ekonomi ketimbang teknologi. SBY juga tidak lupa mengungkapkan soal kemajuan ekonomi Indonesia selama dipimpinnya.

SBY mengutip hasil tulisan di sejumlah media asing dan hasil riset beberapa lembaga yang mengatakan kemajuan Indonesia pascakepemimpinannya. "Perkapita kita lima tahun lalu hanya US$ 1.200, sekarang sudah meningkat menjadi US$3.000. Kalau yang ini tidak dilarang tepuk tangan," kata Presiden SBY disambut tepuk tangan sekitar 2.000 tamu undangan yang hadir.

SBY yakin Indonesia akan menjadi salah satu negara maju. "Meski masih 90 tahun lagi, abad 21 selesai, tapi kita tidak harus menunggu selama itu, Indonesia akan menjadi negara maju," tegasnya.

Kemajuan yang akan diraih, tidak hanya di bidang ekonomi, melainkan juga harus maju di bidang inovasi, hukum dan demokrasi. Kekuatan pertahanan dan diplomasi di akhir abad 21 dipastikan juga akan lebih maju lagi. "Tahap awal, 2025 Indonesia akan jadi emerging ekonomi seperti China," tambahnya.

Keyakinan ini, menurut dia, karena Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka, berkeadilan dan ramah terhadap lingkungan. Untuk menunjang hal ini, Presiden berharap ekonomi Indonesia bisa kuat, berimbang dan bisa dirasakan oleh masyarakat bawah.

Sementara itu, selain memberikan kuliah umum, Presiden dalam acara itu juga menyempatkan diri membuka dua gedung baru ITS masing-masing gedung robotika dan gedung pusat energi ITS. Tak hanya itu, SBY juga berkesempatan melakukan teleconference dan membuka Forum Inovasi Indonesia yang diadakan di Institut Teknologi Bandung (ITB). [beritajatim]

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju home » Ensiklopedi » Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju Ditulis pada 19 July 2011 Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju. Berikut ini adalah masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia, dan juga negara maju. Postingan ini adalah kelanjutan dari Interaksi Globalisasi dalam Bidang Ekonomi dan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang Indonesia termasuk salah satu negara berkembang. Seperti juga negara berkembang lainnya, Indonesia menghadapi masalah ekonomi yang sama. Kemiskinan terjadi di mana-mana, jumlah pengangguran meningkat, tingkat kecerdasan masyarakat masih rendah, dan distribusi pendapatan tidak merata. Di kota besar seperti Jakarta, keadaan seperti ini sudah menjadi pemandangan umum. Banyak orang yang hidup kurang beruntung terpaksa hidup sebagai pemulung sampah. Oleh karena pendapatan yang diperoleh sangat rendah, anaknya tidak dapat disekolahkan sehingga tingkat kecerdasan anak tersebut tidak berkembang. Hal ini juga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang tajam antara orang yang berpenghasilan tinggi dan orang yang berpenghasilan rendah. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Kemiskinan Kemiskinan merupakan perwujudan keadaan serta kekurangan. Setiap negara memilik ukuran batas kemiskinan yang berbeda dengan negara lain. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius dalam menanggulangi masalah kemiskinan yang dialami masyarakat. Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin dengan berbagai cara, antara lain subsidi silang. Subsidi silang yang dilakukan pemerintah yaitu dengan menetapkan harga BBM untuk minyak tanah lebih rendah daripada bensin. Subsidi untuk bensin sedikit demi sedikit dikurangi dan nantinya dihilangkan sama sekali. Subsidi untuk minyak tanah masih dipertahankan agar masyarakat berpenghasilan rendah mampu membeli minyak tanah. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Keterbelakangan Masalah keterbelakangan sangat berhubungan dengan masalah kualitas sumber daya manusia. Disamping itu, masalah keterlebakangan sangat erat hubungannya dengan rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya fasilatas-fasilitas umum, dan rendahnya disiplin masyarakat. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintahan Indonesia berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Persentase alokasi dana untuk pendidikan pada anggaran APBN setiap tahunnya ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana belajar, seperti gedung sekolah yang rusak, buku-buku pelajaran yang kurang dan murid-murid yang memerlukan bantuan biaya sekolah. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Pengangguran Masalah lain yang dihadapi negara berkembang dalam pembangunan ekonomi adalah masalah keterbatasan lapangan pekerjaan. Masalah pengangguran timbul karena ada ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini biasa terjadi karena negara yang bersangkutan sedang mengalami masa transisi perubahan struktur ekonomi dari negara agraris menjadi negara industry. Akibatnya angkatan kerja yang tersedia berada di sector agraris, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia menuntut keahlian di sector industry. Negara berkembang memiliki pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Untuk mengatasi masalah pengangguran, pemerintahan melakukan pelatihan kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Pelatihan kerja biasanya diselenggarakan oleh balai latihan kerja (BLK). Melalui program ini diharapkan peserta pelatihan dapat mengembangkan bakat dan keahlian untuk bekerja atau bahkan membuka usaha sendiri. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Kekurangan Modal Kekurangan modal adalah satu cirri setiap negara yang sedang mengalami proses pembangunan ekonomi. Kekurangan modal tidak hanya menghambat percepatan pembangunan, tetapi juga menyebabkan kesukaran negara tersebut keluar dari kemiskinan. Perkembangan zaman dan modernisasi perekonomian memerlukan modal yang besar. Negara berkembang mengalami kesulitan yang sama, yaitu kekurangan modal. Hal ini disebabkan tingkat tabungan dan tingkat pembentukan modal yang rendah. Untuk mengatasi kekurangan modal, pemerintah menarik investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Misalnya BUMN menawarkan saham kepada investor agar bersedia bekerjasama. Dengan meningkatkan investasi, diharapkan tabungan permintahan juga meningkat. Jika tabungan pemerintah meningkat, modal yang dikumpulkan pun akan lebih banyak. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Ketidakmerataan hasil pembangunan Masalah lain yang dihadapi negara berkembang adalah melaksanakan pembangunan ekonomi adalah masalah pemerataan pendapatan. Contohnya di Indonesia, perekonomian terkonsentrasi di kota-kota besar, terutama di pulau jawa. Sementara itu, dilihat dari hak penguasaan sector industry, perekonomian didominasi oleh kurang lebih 200 konglomerat. Hal ini disebabkan sistem perekonomian yang terlau terpusat kepada negara sehingga potensi daerah kurang diperhatikan. Melalui perubahan sistem perundang-undangan pemerintah Indonesia mulai memperbaiki sistem perekonomian negara. Sistem perundang-undangan yang memihak praktik monopoli mulai dihapus. Di samping itu, untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah, diberlakukan undang-undang otonomi daerah. Daerah diberi kebebasan untuk mengembangkan potensi dan pemerintah pusat tidak lagi terlalu campur tangan dalam urusan rumah tangga pemerintah daerah. Masalah Ekonomi di Negara Maju Kota Tokyo di Jepang terkenal dengan masyarakatnya yang disiplin dan teratur. Setiap jalan diatur sedemikian rupa sehignga terlihat rapih, begitu pun gedung-gedung dibangun dengan teratur. Meskipun sudah terbiasa dengan budaya disiplin dan teratur, tetapi tetap saja negara-negara maju menghadapi berbagai masalah ekonomi. Masalah tersebut adalah sebagai berikut: Masalah Ekonomi di Negara Maju : Tenaga kerja negara berkembang masuk ke negara maju Negara maju memiliki pertumbuhan penduduk yang lambat atau bahkan berangka satu (zero population growth) sehingga negara maju kekurangan tenaga kerja. Meskipun di negara maju peraturan ketenagakerjaan sudah baik, tetapi tetap saja arus masuk tenaga kerja dari negara berkembang ke negara maju membawa dampak negative. Hal ini disebabkan perbedaan budaya antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Dampak negative itu diantaranya, terjadi bentrokan fisik atau konflik sosial lain antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Masalah Ekonomi di Negara Maju : Produk negara berkembang masuk ke negara maju Produk negara berkembang banyak masuk kenegara maju. Globalisasi ekonomi menyebabkan hambatan perdagangan antarnegara semakin berkurang. Produk negara berkembang seperti dari Cina dan Taiwan banyak beredar dipasar negara Eropa sehingga konsumen lebih banyak memiliki pilihan produk. Produk cina dan Taiwan tidak kalah bersaing dari segi inovasi maupun kualitasnya. Produk-produk cina dan Taiwan biasanya lebih murah sehingga dapat mengancam produk-produk eropa yang biasanya lebih mahal harganya. Masalah Ekonomi di Negara Maju : Investasi negara maju masuk ke negara berkembang Banyak pengusaha dari negara maju yang menanamkan investasi di negara berkembang. Mereka berusaha menghindari pajak yang tinggal di negaranya sendiri dan berusaha untuk menghemat biaya produksi. Disamping itu, negara berkembang merupakan pasar potensial bagi produk-produk dari luar negeri. Jika pengusaha dari negara maju membuka perusahaan di negara berkembang, tentu akan lebih mendekatkan diri dengan konsumen. Hal ini jelas akan lebih mempermudah sistem pemasarannya. Akibat langsung dari pengusaha negara maju yang berinvestasi di negara berkembang adalah menurunnya tingkat investasi di negara maju tersebut. Masalah Ekonomi di Negara Maju : Kerusakan lingkungan meningkat Negara maju mengklaim bahwa negara berkembanglah yang banyak membuat kerusakan lingkungan. Hal tersebut dapat dimaklumi karena memang sebagian besar negera berkembang belum memiliki peraturan yang jelas mengenai pencemaran lingkungan. Akan tetapi, hal tersebut tidak sepenuhnya benar karena banyak juga pengusaha dari negara maju yang mengeruk sumber daya alam sebesar-besarnya untuk keperluan produksi. Bahkan, ada pengusaha dari negara maju yang mengambil sumber daya alam dari negara berkembang tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju. home » Ensiklopedi » Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju Ditulis pada 19 July 2011 Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju. Berikut ini adalah masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia, dan juga negara maju. Postingan ini adalah kelanjutan dari Interaksi Globalisasi dalam Bidang Ekonomi dan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang Indonesia termasuk salah satu negara berkembang. Seperti juga negara berkembang lainnya, Indonesia menghadapi masalah ekonomi yang sama. Kemiskinan terjadi di mana-mana, jumlah pengangguran meningkat, tingkat kecerdasan masyarakat masih rendah, dan distribusi pendapatan tidak merata. Di kota besar seperti Jakarta, keadaan seperti ini sudah menjadi pemandangan umum. Banyak orang yang hidup kurang beruntung terpaksa hidup sebagai pemulung sampah. Oleh karena pendapatan yang diperoleh sangat rendah, anaknya tidak dapat disekolahkan sehingga tingkat kecerdasan anak tersebut tidak berkembang. Hal ini juga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang tajam antara orang yang berpenghasilan tinggi dan orang yang berpenghasilan rendah. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Kemiskinan Kemiskinan merupakan perwujudan keadaan serta kekurangan. Setiap negara memilik ukuran batas kemiskinan yang berbeda dengan negara lain. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius dalam menanggulangi masalah kemiskinan yang dialami masyarakat. Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin dengan berbagai cara, antara lain subsidi silang. Subsidi silang yang dilakukan pemerintah yaitu dengan menetapkan harga BBM untuk minyak tanah lebih rendah daripada bensin. Subsidi untuk bensin sedikit demi sedikit dikurangi dan nantinya dihilangkan sama sekali. Subsidi untuk minyak tanah masih dipertahankan agar masyarakat berpenghasilan rendah mampu membeli minyak tanah. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Keterbelakangan Masalah keterbelakangan sangat berhubungan dengan masalah kualitas sumber daya manusia. Disamping itu, masalah keterlebakangan sangat erat hubungannya dengan rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya fasilatas-fasilitas umum, dan rendahnya disiplin masyarakat. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintahan Indonesia berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Persentase alokasi dana untuk pendidikan pada anggaran APBN setiap tahunnya ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana belajar, seperti gedung sekolah yang rusak, buku-buku pelajaran yang kurang dan murid-murid yang memerlukan bantuan biaya sekolah. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Pengangguran Masalah lain yang dihadapi negara berkembang dalam pembangunan ekonomi adalah masalah keterbatasan lapangan pekerjaan. Masalah pengangguran timbul karena ada ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini biasa terjadi karena negara yang bersangkutan sedang mengalami masa transisi perubahan struktur ekonomi dari negara agraris menjadi negara industry. Akibatnya angkatan kerja yang tersedia berada di sector agraris, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia menuntut keahlian di sector industry. Negara berkembang memiliki pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Untuk mengatasi masalah pengangguran, pemerintahan melakukan pelatihan kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Pelatihan kerja biasanya diselenggarakan oleh balai latihan kerja (BLK). Melalui program ini diharapkan peserta pelatihan dapat mengembangkan bakat dan keahlian untuk bekerja atau bahkan membuka usaha sendiri. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Kekurangan Modal Kekurangan modal adalah satu cirri setiap negara yang sedang mengalami proses pembangunan ekonomi. Kekurangan modal tidak hanya menghambat percepatan pembangunan, tetapi juga menyebabkan kesukaran negara tersebut keluar dari kemiskinan. Perkembangan zaman dan modernisasi perekonomian memerlukan modal yang besar. Negara berkembang mengalami kesulitan yang sama, yaitu kekurangan modal. Hal ini disebabkan tingkat tabungan dan tingkat pembentukan modal yang rendah. Untuk mengatasi kekurangan modal, pemerintah menarik investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Misalnya BUMN menawarkan saham kepada investor agar bersedia bekerjasama. Dengan meningkatkan investasi, diharapkan tabungan permintahan juga meningkat. Jika tabungan pemerintah meningkat, modal yang dikumpulkan pun akan lebih banyak. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Ketidakmerataan hasil pembangunan Masalah lain yang dihadapi negara berkembang adalah melaksanakan pembangunan ekonomi adalah masalah pemerataan pendapatan. Contohnya di Indonesia, perekonomian terkonsentrasi di kota-kota besar, terutama di pulau jawa. Sementara itu, dilihat dari hak penguasaan sector industry, perekonomian didominasi oleh kurang lebih 200 konglomerat. Hal ini disebabkan sistem perekonomian yang terlau terpusat kepada negara sehingga potensi daerah kurang diperhatikan. Melalui perubahan sistem perundang-undangan pemerintah Indonesia mulai memperbaiki sistem perekonomian negara. Sistem perundang-undangan yang memihak praktik monopoli mulai dihapus. Di samping itu, untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah, diberlakukan undang-undang otonomi daerah. Daerah diberi kebebasan untuk mengembangkan potensi dan pemerintah pusat tidak lagi terlalu campur tangan dalam urusan rumah tangga pemerintah daerah. Masalah Ekonomi di Negara Maju Kota Tokyo di Jepang terkenal dengan masyarakatnya yang disiplin dan teratur. Setiap jalan diatur sedemikian rupa sehignga terlihat rapih, begitu pun gedung-gedung dibangun dengan teratur. Meskipun sudah terbiasa dengan budaya disiplin dan teratur, tetapi tetap saja negara-negara maju menghadapi berbagai masalah ekonomi. Masalah tersebut adalah sebagai berikut: Masalah Ekonomi di Negara Maju : Tenaga kerja negara berkembang masuk ke negara maju Negara maju memiliki pertumbuhan penduduk yang lambat atau bahkan berangka satu (zero population growth) sehingga negara maju kekurangan tenaga kerja. Meskipun di negara maju peraturan ketenagakerjaan sudah baik, tetapi tetap saja arus masuk tenaga kerja dari negara berkembang ke negara maju membawa dampak negative. Hal ini disebabkan perbedaan budaya antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Dampak negative itu diantaranya, terjadi bentrokan fisik atau konflik sosial lain antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Masalah Ekonomi di Negara Maju : Produk negara berkembang masuk ke negara maju Produk negara berkembang banyak masuk kenegara maju. Globalisasi ekonomi menyebabkan hambatan perdagangan antarnegara semakin berkurang. Produk negara berkembang seperti dari Cina dan Taiwan banyak beredar dipasar negara Eropa sehingga konsumen lebih banyak memiliki pilihan produk. Produk cina dan Taiwan tidak kalah bersaing dari segi inovasi maupun kualitasnya. Produk-produk cina dan Taiwan biasanya lebih murah sehingga dapat mengancam produk-produk eropa yang biasanya lebih mahal harganya. Masalah Ekonomi di Negara Maju : Investasi negara maju masuk ke negara berkembang Banyak pengusaha dari negara maju yang menanamkan investasi di negara berkembang. Mereka berusaha menghindari pajak yang tinggal di negaranya sendiri dan berusaha untuk menghemat biaya produksi. Disamping itu, negara berkembang merupakan pasar potensial bagi produk-produk dari luar negeri. Jika pengusaha dari negara maju membuka perusahaan di negara berkembang, tentu akan lebih mendekatkan diri dengan konsumen. Hal ini jelas akan lebih mempermudah sistem pemasarannya. Akibat langsung dari pengusaha negara maju yang berinvestasi di negara berkembang adalah menurunnya tingkat investasi di negara maju tersebut. Masalah Ekonomi di Negara Maju : Kerusakan lingkungan meningkat Negara maju mengklaim bahwa negara berkembanglah yang banyak membuat kerusakan lingkungan. Hal tersebut dapat dimaklumi karena memang sebagian besar negera berkembang belum memiliki peraturan yang jelas mengenai pencemaran lingkungan. Akan tetapi, hal tersebut tidak sepenuhnya benar karena banyak juga pengusaha dari negara maju yang mengeruk sumber daya alam sebesar-besarnya untuk keperluan produksi. Bahkan, ada pengusaha dari negara maju yang mengambil sumber daya alam dari negara berkembang tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju.

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju

Ditulis pada 19 July 2011
Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju. Berikut ini adalah masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia, dan juga negara maju. Postingan ini adalah kelanjutan dari Interaksi Globalisasi dalam Bidang Ekonomi dan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam.

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang

Indonesia termasuk salah satu negara berkembang. Seperti juga negara berkembang lainnya, Indonesia menghadapi masalah ekonomi yang sama. Kemiskinan terjadi di mana-mana, jumlah pengangguran meningkat, tingkat kecerdasan masyarakat masih rendah, dan distribusi pendapatan tidak merata.
Di kota besar seperti Jakarta, keadaan seperti ini sudah menjadi pemandangan umum. Banyak orang yang hidup kurang beruntung  terpaksa hidup sebagai pemulung sampah. Oleh karena pendapatan yang diperoleh sangat rendah, anaknya tidak dapat disekolahkan sehingga tingkat kecerdasan anak tersebut tidak berkembang. Hal ini juga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang tajam antara orang  yang berpenghasilan tinggi dan orang yang berpenghasilan rendah.
Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Kemiskinan
Kemiskinan merupakan perwujudan keadaan serta kekurangan. Setiap negara memilik ukuran batas kemiskinan yang berbeda dengan negara lain. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius dalam menanggulangi masalah kemiskinan yang dialami masyarakat. Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin dengan berbagai cara, antara lain subsidi silang. Subsidi silang yang dilakukan pemerintah yaitu dengan menetapkan harga BBM untuk minyak tanah lebih rendah daripada bensin. Subsidi untuk bensin  sedikit demi sedikit dikurangi dan nantinya dihilangkan sama sekali. Subsidi untuk minyak tanah masih dipertahankan agar masyarakat berpenghasilan rendah mampu membeli minyak tanah.
Masalah Ekonomi di Negara Berkembang :  Keterbelakangan
Masalah keterbelakangan sangat berhubungan dengan masalah kualitas sumber daya manusia. Disamping itu, masalah keterlebakangan sangat erat hubungannya dengan rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya fasilatas-fasilitas umum, dan rendahnya disiplin masyarakat.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintahan Indonesia berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Persentase alokasi dana untuk pendidikan pada anggaran APBN setiap tahunnya ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana belajar, seperti gedung sekolah yang rusak, buku-buku pelajaran yang kurang dan murid-murid yang memerlukan bantuan biaya sekolah.
Masalah Ekonomi di Negara Berkembang :  Pengangguran
Masalah lain yang dihadapi negara berkembang dalam pembangunan ekonomi adalah masalah keterbatasan lapangan pekerjaan. Masalah pengangguran  timbul karena ada ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini biasa terjadi karena negara yang bersangkutan sedang mengalami masa transisi perubahan struktur ekonomi dari negara agraris menjadi negara industry. Akibatnya angkatan
 kerja yang tersedia berada di sector agraris, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia menuntut keahlian di sector industry.
Negara berkembang memiliki pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Untuk mengatasi masalah pengangguran, pemerintahan melakukan pelatihan kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Pelatihan kerja biasanya diselenggarakan oleh balai latihan kerja (BLK). Melalui program ini  diharapkan peserta pelatihan dapat mengembangkan bakat dan keahlian untuk bekerja atau bahkan membuka usaha sendiri.
Masalah Ekonomi di Negara Berkembang :  Kekurangan Modal
Kekurangan modal adalah satu cirri setiap negara yang sedang mengalami proses pembangunan ekonomi. Kekurangan modal tidak hanya menghambat percepatan pembangunan, tetapi juga  menyebabkan kesukaran negara tersebut keluar dari kemiskinan.
Perkembangan zaman dan modernisasi perekonomian memerlukan modal yang besar. Negara berkembang mengalami kesulitan yang sama, yaitu kekurangan modal. Hal ini disebabkan tingkat tabungan dan tingkat pembentukan modal yang rendah.
Untuk mengatasi kekurangan modal, pemerintah menarik investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Misalnya BUMN menawarkan saham kepada investor agar bersedia bekerjasama. Dengan meningkatkan investasi, diharapkan tabungan permintahan juga meningkat. Jika tabungan pemerintah meningkat, modal yang dikumpulkan pun akan lebih banyak.
Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Ketidakmerataan hasil pembangunan
Masalah lain yang dihadapi negara berkembang adalah melaksanakan pembangunan ekonomi adalah masalah pemerataan pendapatan. Contohnya di Indonesia, perekonomian terkonsentrasi di kota-kota besar, terutama di pulau jawa. Sementara itu, dilihat dari hak penguasaan sector industry, perekonomian didominasi oleh kurang lebih 200 konglomerat. Hal ini disebabkan sistem perekonomian yang terlau terpusat kepada negara sehingga potensi daerah kurang diperhatikan.
Melalui perubahan sistem perundang-undangan pemerintah Indonesia mulai memperbaiki sistem perekonomian negara. Sistem perundang-undangan yang memihak praktik monopoli mulai dihapus. Di samping itu, untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah, diberlakukan undang-undang otonomi daerah. Daerah diberi kebebasan untuk mengembangkan potensi dan pemerintah pusat tidak lagi terlalu campur tangan dalam urusan rumah tangga pemerintah  daerah.

Masalah Ekonomi di Negara Maju

Kota Tokyo di Jepang terkenal dengan masyarakatnya yang disiplin dan teratur. Setiap jalan diatur sedemikian rupa sehignga terlihat rapih, begitu pun gedung-gedung dibangun dengan teratur.
Meskipun sudah terbiasa dengan budaya disiplin dan teratur, tetapi tetap saja negara-negara maju menghadapi berbagai masalah ekonomi. Masalah tersebut adalah sebagai berikut:
Masalah Ekonomi di Negara Maju :  Tenaga kerja negara berkembang masuk ke negara maju
Negara maju memiliki pertumbuhan penduduk yang lambat atau bahkan berangka satu (zero population growth) sehingga negara maju kekurangan tenaga kerja. Meskipun di negara maju peraturan ketenagakerjaan sudah baik, tetapi tetap saja arus masuk tenaga kerja dari negara berkembang ke negara maju membawa dampak negative. Hal ini disebabkan perbedaan budaya antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Dampak negative itu diantaranya, terjadi bentrokan fisik atau konflik sosial lain antara penduduk asli dan penduduk pendatang.
Masalah Ekonomi di Negara Maju :  Produk negara berkembang masuk ke negara maju
Produk negara berkembang banyak masuk kenegara maju. Globalisasi ekonomi menyebabkan hambatan perdagangan antarnegara semakin berkurang. Produk negara berkembang seperti dari Cina dan Taiwan banyak beredar dipasar negara Eropa sehingga konsumen lebih banyak memiliki pilihan produk. Produk cina dan Taiwan tidak kalah bersaing dari segi inovasi maupun kualitasnya. Produk-produk cina dan Taiwan biasanya lebih murah sehingga dapat mengancam produk-produk eropa yang biasanya lebih mahal harganya.
Masalah Ekonomi di Negara Maju :  Investasi negara maju masuk ke negara berkembang
Banyak pengusaha dari negara maju yang menanamkan investasi di negara berkembang. Mereka berusaha menghindari pajak yang tinggal di negaranya sendiri dan berusaha untuk menghemat biaya produksi. Disamping itu, negara berkembang merupakan pasar potensial bagi produk-produk dari luar negeri. Jika pengusaha dari negara maju membuka perusahaan di negara berkembang, tentu akan lebih mendekatkan diri dengan konsumen. Hal ini jelas akan lebih mempermudah sistem pemasarannya. Akibat  langsung dari pengusaha negara maju yang berinvestasi di negara berkembang adalah menurunnya tingkat investasi di negara maju tersebut.
Masalah Ekonomi di Negara Maju : Kerusakan lingkungan meningkat
Negara maju mengklaim bahwa negara berkembanglah yang banyak membuat kerusakan lingkungan. Hal tersebut dapat dimaklumi karena memang sebagian besar negera berkembang belum memiliki peraturan yang jelas mengenai pencemaran lingkungan. Akan tetapi, hal tersebut tidak sepenuhnya benar karena banyak juga pengusaha dari negara maju yang mengeruk sumber daya alam sebesar-besarnya  untuk keperluan produksi. Bahkan, ada pengusaha dari negara maju yang mengambil sumber daya alam dari negara berkembang tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju.

Perkembangan Ekonomi Indonesia

Perkembangan Ekonomi Indonesia

22/11/2008
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen.
Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998. (grafik 1)
alt
Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.

Perkembangan Ekonomi Indonesia

Perkembangan Ekonomi Indonesia

22/11/2008
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen.
Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998. (grafik 1)
alt
Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.

Indonesia Motor Pertumbuhan Ekonomi Asia tahun 2011

ndonesia Motor Pertumbuhan Ekonomi Asia tahun 2011

Indonesia Motor Pertumbuhan Ekonomi Asia tahun 2011
Oleh: Muhammad Fikri, STP, MBA
Email: m.vickry@gmail.com Phone: 081328043661
(Tulisan ini telah dipublikasikan di majalah Banking dan Manajemen Edisi Mei-Juni 2011)
Dengan dimulainya proses pemulihan ekonomi dunia setelah badai Krisis ekonomi global tahun 2008, Indonesia mulai menjadi salah satu negera yang mendapatkan perhatian khusus dari dunia internasional bahkan dipercaya menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi di Asia. Berbagai indikator ekonomi Indonesia baik itu sektor riil maupun sektor moneter terus menunjukkan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan negara lainnya di dunia. Proses pemulihan ekonomi Indonesia terlihat dari pulihnya kondisi sektor moneter indonesia yang tercermin pada bursa saham Indonesia dan mata uang rupiah yang terus mengalami penguatan yang signifikan, dimana pada penutupan perdagangan di akhir kuarter pertama 2011, IHSG bercokol pada level 3678,67 setelah sempat menyentuh level tertingginya dalam sejarah di bulan januari 2011 pada level 3789,47 sedangkan rupiah ditutup pada level 8709 atau yang terkuat dalam 4 tahun terakhir.
Trend penguatan IHSG dan rupiah pada dasarnya telah terjadi sejak awal tahun 2010 dimana posisi IHSG hingga akhir kuarter I/2011 tercatat telah mengalami penguatan sebesar 45,15% sedangkan rupiah telah menguat 6,6% dibandingkan dengan posisi awal tahun 2010. Penguatan IHSG dan Rupiah ini didorong oleh derasnya dana asing yang masuk ke Indonesia sebagai cermin dari positifnya pandangan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut investor, indonesia merupakan salah satu emerging market dengan outlook ekonomi terbaik di dunia dan bila ditelisik ke belakang maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua institusi keuangan internasional di dunia sepakat mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu tujuan investasi terbaik di dunia. Kondisi tersebut pada akhirnya mendorong derasnya dana asing yang masuk ke indonesia sejak awal tahun 2010.
Positifnya pandangan institusi keuangan dunia terhadap outlook Indonesia yang diyakini telah mendorong massif nya capital inflow ke Indonesia sejak awal tahun 2010 antara lain datang dari the Fitch ratings, Seperti diketahui pada Januari 2010 the Fitch Ratings meningkatkan rating Indonesia menjadi satu tingkat dibawah level layak investasi (investment grade), hal yang sama juga dilakukan oleh Standard & Poor’s pada Maret 2010 yang menaikkan rating utang Indonesia menjadi BB, bahkan pada awal april 2011 rating Indonesia kembali dinaikkan menjadi BB+ atau setingkat dibawah level investment grade. Seperti tidak ingin kalah, pada Juni 2010, Moody’s Investors Service juga menaikkan peringkat utang Indonesia dari outlook stabil menjadi positif dengan rating Ba2, dan pada februari 2011 rating Indonesia kembali dinaikkan menjadi Ba1 dengan outlook stabil.
Kondisi sebaliknya justru terjadi pada negara besar Eropa, sebagai dampak dari krisis hutang yunani, The fitch menurunkan rating hutang Spanyol menjadi AA+ dengan outlook stabil yang merupakan penurunan pertama sejak tahun 2003. Investor menghawatirkan hal serupa akan terjadi pada negara lainnya di Eropa, terutama terhadap kelompok yang dikenal dengan PIGS (Portugal, Italy, Greece and Spain). Perlu diketahui bahwa kelompok Negara tersebut memiliki kondisi perekonomian yang mirip, dimana rata-rata Negara tersebut memiliki rasio hutang terhadap PDB yang besar, serta terperangkap oleh defisit anggaran yang tinggi dalam membiayai sector publiknya.
 Sebagaimana dikhawatirkan, pada akhirnya di bulan Maret 2011, Standard & Poor`s memangkas peringkat utang Portugal satu tingkat lebih rendah ke BBB-, atau setingkat diatas level junk bond. Tidak hanya itu S&P juga memangkas rating Yunani dua tingkat menjadi BB-. Kondisi tersebut semakin meningkatkan kekhawatiran investor terhadap outlook ekonomi zona Eropa sehingga memaksa investor untuk mencari pasar baru untuk berinvestasi di luar zona Eropa yang masih diselimuti krisis, dan Indonesia menjadi salah satu pasar yang direkomendasikan oleh ketiga pemeringkat rating dunia tersebut.
 Setelah institusi pemeringkat rating internasional, selanjutnya giliran IMF yang memberikan penilaian positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Setelah BPS mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 dilevel 6,1% atau 0,1% lebih tinggi dari prediksi IMF dibulan Juli 2010, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) kembali memuji ekonomi Indonesia. Lembaga multilateral ini bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh cepat pada tahun ini.
 Dalam laporannya, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia untuk tahun 2011. Lebih lanjut IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Asia akan dimotori oleh Indonesia bersama China dan India. IMF melihat bahwa besarnya pasar domestik ketiga Negara tersebut akan memicu pertumbuhan ekonomi Asia terutama ditengah menurunnya permintaan pasar Eropa dan Amerika terhadap produk-produk dari Asia. Bahkan secara khusus, IMF dalam laporannya meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 akan mampu tumbuh diatas 6%. Selain karena faktor besarnya pasar domestik, Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didorong oleh industri yang berbasis natural resources dengan karakter permintaan yang cenderung stabil. Hal tersebut tercermin dari besarnya sumbangan sektor non migas dan komoditas terhadap PDB Indonesia.
 Sedangkan disisi lain, pada April 2011, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika dan Jepang untuk tahun 2011. IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebagai dampak dari akan berakhirnya program quantitative easing pemerintah AS, pada saat yang bersamaan IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan Jepang tahun 2011 sebagai akibat dari semakin meluasnya dampak gempa dan tsunami jepang yang terjadi pada bulan Maret 2011. Kondisi tersebut kembali mendorong investor global untuk mencari alternatif tempat investasi di luar Amerika dan jepang, dan terkait proyeksi tersebut IMF Sebagai salah satu institusi keuangan dunia menunjuk Indonesia sebagai salah satu alternatif investasi terbaik untuk tahun 2011
 Belum cukup hanya IMF, selanjutnya giliran World Economic Forum (WEF) yang memberikan pandangannya terhadap Indonesia. Berdasarkan laporan yang dirilis pada bulan Agustus 2010, WEF mencatatkan Indonesia sebagai Negara dengan kenaikan Indeks daya saing paling impresif di dunia. Dalam laporannya tersebut, indeks daya saing Indonesia tahun 2010 naik 10 tingkat ke posisi 44 dari 139 negara. Peningkatan tersebut didorong oleh semakin membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia serta meningkatnya indikator pendidikan Indonesia. Lebih lanjut, WEF menyebutkan bahwa Indonesia telah berhasil mempertahankan kondisi makro ekonominya tetap sehat selama masa krisis 2008. Indonesia berhasil menjaga defisit anggarannya tetap terkontrol, dimana diketahui hutang Indonesia tercatat sebesar 27% dari total GDP, Simpanan pemerintah meningkat 33% dari total GDP, serta mulai terkontrolnya laju inflasi year on year (Maret 2011 terhadap Maret 2010) sebesar 6,65%. Kondisi tersebut mencerminkan resiko hutang Indonesia yang relatif kecil.
 Rendahnya default risk serta masih tingginya coupon rate atas surat hutang yang diterbitkan Indonesia tersebut mendorong investor asing untuk berbondong-bondong membelinya. Lebih lanjut, WEF juga menyebutkan Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ke 18 dunia dengan total GDP sebesar USD 539,4 milliar. WEF percaya bahwa perekonomian Indonesia akan memberikan sumbangan postif dan berperan sangat penting dalam proses upaya pemulihan ekonomi dunia dimasa yang akan datang.
Setelah WEF, giliran UK Trade & Investment (UKTI) yang memberikan pandangannya terhadap Ekonomi Indonesia. Perlu diketahui bahwa UKTI merupakan acuan para investor di UK dan Eropa dalam menentukan pasar tempat berinvestasi. Dalam laporan yang bertajuk “Great expectations: Doing business in Emerging markets”yang dirilis pada awal september 2010, UKTI menyebutkan bahwa 523 perusahaan di Dunia telah memilih Indonesia sebagai Negara tujuan investasi ke empat di dunia setelah China, Vietnam dan India. Dalam laporannya, UKTI mengidentifikasi Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan GDP jangka panjang yang paling tinggi di dunia.
 5 Negara Dengan Prediksi Pertumbuhan GDP Tertinggi Tahun 2010-2030 (Miliar USD)
Negara
2010
2030
Pertumbuhan
India
4108
28415,20
592%
China
10019,88
58998,31
489%
Mesir
500,09
2928,01
486%
Indonesia
1027,51
5633,86
448%
Vietnam
276,19
1506,94
446
Source: Economist Intelligence Unit.
 Lebih lanjut, UKTI mengatakan bahwa Indonesia bersama kelompok negara yang tergabung dalam CIVETS (Colombia, Indonesia, Vietnam, Mesir, Turki and Afrika Selatan) pada tahun 2030 diprediksi akan menyamai 20% dari total GDP kelompok G7 sebagai cermin bahwa negara tersebut merupakan kelompok emerging market terbaik di dunia.
 Pada akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan dari beberapa institusi keuangan internasional seperti Standard n poor’s, The fitch rating, Moody’s service, IMF, WEF, serta UKTI terkait Indonesia telah mengarahkan investor global untuk memilih Indonesia sebagai tujuan investasi sehingga mendorong massive nya capital inflow.
 Diluar pandangan tersebut, sebagai salah satu emerging market yang telah menjadi perhatian dunia, Indonesia terus berusaha membuktikan bahwa ekonomi nya terus tumbuh dan seakan ingin membuktikan bahwa pandangan dari berbagai institusi keuangan dunia tersebut tidak salah. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya berbagai data indikator ekonomi yang dirilis pemerintah. Seperti diketahui pada bulan Februari 2011 BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh 6,1% pada tahun 2010, atau tumbuh diatas prediksi IMF 6%. Setelah itu positifnya laporan keuangan para emiten di bursa saham Indonesia untuk kinerja tahun 2010 yang rata-rata mencatatkan pertumbuhan laba diatas 20% menunjukkan bahwa aktifitas pada sektor riil Indonesia juga terus tumbuh ditengah kekhawatiran melambatnya proses pemulihan ekonomi dunia. Sedangkan yang terbaru adalah kabar, dimana BPS menyebutkan bahwa nilai ekspor Indonesia selama tahun 2010 berhasil mencatatkan peningkatan sebesar 21,9% dibandingkan tahun 2009. Kenaikan ekspor yang signifikan tersebut didorong oleh melonjaknya ekspor non migas Indonesia, terutama sektor manufaktur, CPO, emas, karet dan batubara. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kinerja perusahaan indonesia yang berorientasi ekspor selama tahun 2010 ini sangat menggembirakan sehingga memberikan sentimen positif kepada kinerja ekspor indonesia sepanjang tahun 2010.
 Namun demikian massifnya capital inflow ke pasar Indonesia memunculkan pertanyaan tersendiri dibenak para analis ekonomi, dimana banyak analis yang mempertanyakan komitmen dari dana asing tersebut untuk tetap bertahan lama di Indonesia, atau dengan kata lain tidak sedikit yang mengatakan bahwa arus dana asing tersebut merupakan uang panas (hot money) yang dapat menciptakan gelembung ekonomi di sektor moneter Indonesia. Dengan demikian untuk mempertahankan capital inflow agar tidak serta merta keluar, Indonesia perlu meningkatkan beberapa sektor yang sampai saat ini masih menjadi kelemahan mendasar dan dipercaya dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi kedepannya. Sektor yang paling utama adalah masalah infrastruktur, dimana menurut data yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) ada 3 sektor infrastruktur yang perlu mendapat perhatian serius yaitu pelabuhan, jalan raya, serta suplai listrik. WEF melihat bahwa ketiga infrastruktur indonesia tersebut masih tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara. Disamping itu, WEF juga menggaris bawahi mengenai implementasi tekhnologi dalam sektor industri Indonesia. Untuk hal ini Indonesia masih tergolong lambat dalam mengimplementasikan tekhnologi dalam upaya efektifitas dan effisiensi dalam operasional produksi industri.
Diluar kelemahan tersebut terdapat tiga hal (key triger) yang dapat dijadikan alasan bagi investor asing untuk tetap bertahan di Indonesia, tiga key triggeryang dipercaya dapat menarik minat investor asing serta mampu menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi dimasa yang akan datang adalah:
 -    Besarnya Pasar Domestik Indonesia, dimana menurut IMF Indonesia adalah pasar terbesar ke empat dunia, setelah China, India, Amerika.
-    Murahnya upah tenaga kerja Indonesia dibandingkan negara lainnya di Asia
-    Sumber daya alam yang melimpah, dimana beberapa sektor sumber daya alam tersebut adalah yang terbesar dan terbaik di dunia. berikut beberapa Sumber daya alam kelas dunia yang menjadi kekuatan ekonomi Indonesia.
Sumber Natural Resources Indonesia
Gas Alam Cadangan gas alam 112 ton kubik kaki (salah satu yang terbesar di dunia)
Batu bara
  • Produsen batubara terbesar ke 6 dunia
  • Eksportir batubara terbesar ke 2 dunia
Geothermal Menguasai 40% dari cadangan geothermal dunia
Kelapa Sawit Eksportir kelapa sawit terbesar dunia dengan produksi 19 juta ton pertahun
Cocoa Produsen cocoa terbesar ke dua dunia dengan produksi 770 ribu ton per tahun
Timah Produsen Timah terbesar ke dua dunia dengan produksi 65 ribu ton per tahun
Minyak bumi Cadangan minyak bumi lebih dari 9 Miliar barrel (30 besar dunia)
(sumber dari Depprin RI dan Deptan RI)
 Dengan adanya pembangunan di sektor infrastruktur, meningkatnya implementasi Teknologi Informasi dalam industri manufaktur serta adanya berbagai competitive advantage yang dimiliki Indonesia dipercaya akan menjadi senjata ampuh untuk dapat mendorong pertumbuhan Foreign Direct Investment di Indonesia, memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk beberapa tahun mendatang serta mampu menjadikan Indonesia sebagai motor bagi proses pemulihan ekonomi dunia.

Sabtu, 08 Oktober 2011

SISTEM EKONOMI INDONESIA

 

PENDAHULUAN

Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin mudah menyajikan  pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa perangai “kemenangan” sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.

Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian  dari situ ditarik kesimpulan kelewat sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari persepsi  simplisistik semacam ini,  Indonesia pun  dianggap perlu  berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang “sosialistik” itu.

Kesimpulan yang misleading tentang menangnya sistem kapitalisme dalam percaturan dunia ini ternyata secara populer telah pula “mengglobal”.  Sementara  pemikir strukturalis masih memberikan  peluang terhadap pemikiran obyektif yang lebih mendalam, dengan membedakan antara runtuhnya negara-negara komunis itu secara politis dengan lemahnya (atau kelirunya) sistem sosialisme dalam prakteknya.

Pandangan para pemikir strukturalis seperti di atas kurang lebihnya diawali oleh fenomena konvergensi antara dua sistem raksasa itu (kapitalisme dan komunisme) a.l. seperti dkemukakan oleh Raymond Aron (1967), bahwa suatu ketika nanti anak-cucu Krushchev akan menjadi “kapitalis” dan anak-cucu Kennedy akan menjadi “sosialis”.
Mungkin yang lebih benar adalah bahwa tidak ada yang kalah antara kedua sistem itu. Bukankah tidak ada lagi kapitalisme asli yang sepenuhnya liberalistik dan individualistik dan tidak ada lagi sosialisme asli yang dogmatik dan komunalistik.

Dengan demikian hendaknya kita tidak terpaku pada fenomena global tentang kapitalisme vs komunisme seperti dikemukakan di atas. Kita harus mampu mengemukakan dan melaksanakan sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.
Globalisasi  dengan “pasar bebas”nya memang berperangai kapitalisme dalam ujud barunya. Makalah ini tidak dimaksudkan untuk secara khusus mengemukakan tentang hal-hal mengapa globalisasi perlu kita waspadai namun perlu dicatat bahwa globalisasi terbukti telah menumbuhkan inequality yang makin parah, melahirkan “the winner-take-all society” (adigang, adigung, aji mumpung), disempowerment dan impoversishment terhadap si lemah. Tentu tergantung kita, bagaimana memerankan diri sebagai subyek (bukan obyek) dalam ikut membentuk ujud globalisasi. Kepentingan nasional harus tetap kita utamakan tanpa mengabaikan tanggungjawab global. Yang kita tuju adalah pembangunan Indonesia, bukan sekedar pembangunan di Indonesia.

LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
Secara normatif  landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945.

Dengan demikian maka  sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan  yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia  (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang).

Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan  merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.

Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya,  yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.

Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal    UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.

Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.

WILOPO –VS- WIDJOJO
Pancasila hampir-hampir tidak terdengar lagi. Seolah-olah orang Indonesia merasa tidak perlu Pancasila lagi sebagai ideologi negara. Tanpa suatu ideologi  negara yang solid, suatu bangsa tidak akan  memiliki pegangan, akan terombang-ambing tanpa platform nasional yang akan memecah-belah persatuan. Pancasila merupakan “asas bersama” (bukan  “asal tunggal”) bagi pluralisme Indonesia, suatu common denominator yang membentuk kebersamaan.
Sistem Eknomi Pancasila pun hampir-hampir hilang dalam pemikiran ekonomi Indonesia. Bahkan demikian pula Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan ideologinya akan dihilangkan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 (terutama Ayat 1-nya) sudah dimulai sejak awal. Yang paling pertama dan monumental adalah perdebatan pada tanggal 23 September 1955 antara Mr. Wilopo, seorang negarawan, dengan Widjojo Nitisastro, mahasiswa tingkat akhir FEUI.
Di dalam perdebatan itu kita bisa memperoleh kesan adanya bibit-bibit untuk ragu meminggirkan liberalisme sebagai peninggalan kolonial serta menolak koperasi sebagai wadah kekuatan rakyat dalam keekonomian nasional, betapapun hanya tersirat secara implisit, dengan memadukan tujuan untuk mencapai “peningkatan pendapatan perkapita” dan sekaligus “pembagian pendapatan yang merata”, sebagaimana (tersurat) dikemukakan oleh Widjojo Nitisastro.
Di awal penyajiannya dalam debat itu, Widjojo Nitisastro menyatakan adanya ketidaktegasan akan Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945, kemudian mempertanyakannya, apakah ketidaktegasan ini disebabkan oleh “kontradiksi inheren” yang dikandungnya (karena masih mengakui adanya perusahaan swasta yang mengemban semangat liberalisme, di samping perusahaan negara dan koperasi), ataukah karena akibat tafsiran yang kurang tepat. Pertanyaan Widjojo Nitisastro semacam itu sebenarnya tidak perlu ada apabila beliau menyadari makna Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 dan mengkajinya secara mendalam.
Di samping itu, menurut pendapat saya, Widjojo Nitisastro alpa memperhatikan judul Bab XIV UUD 1945 di mana Pasal 33 (dan Pasal 34) bernaung di dalamnya, yaitu “Kesejahteraan Sosial”, sehingga beliau terdorong untuk lebih tertarik terhadap masalah bentuk-bentuk badan usaha (koperasi, perusahaan negara dan swasta) daripada terhadap masalah ideologi kerakyatan yang dikandung di dalam makna “Kesejahteraan Sosial” itu. Akibatnya beliau alpa pula bahwa yang paling utama berkaitan dengan kesejahteraan sosial adalah “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak” (ayat 2 Pasal 33 UUD), di luar cabang-cabang produksi itu (ditegaskan Bung Hatta) swasta masih memperoleh tempat.
Terlepas dari itu Widjojo Nitisastro pada tahun 1955 itu telah menekankan pentingnya negara memainkan peran aktif dalam pengendalian dan melaksanakan pembangunan ekonomi (alangkah baiknya apabila kaum Widjojonomics saat ini mengikuti pandangan Widjojo yang dikemukakannya ini, yang saya anggap bagian ini tepat sekali).
Sementara Mr. Wilopo menangkap ide kerakyatan dan demokrasi ekonomi (istilahnya: mengikuti jalan demokratis untuk memperbaiki nasib rakyat). Beliau mendukung agar negeri ini tidak berdasarkan konsep liberalisme ekonomi sebagai bagian dari pelaksanaan Asas-Asas Dasar (platforms) yang dianut oleh konstitusi kita (UUDS, pen.). Beliau mengatakan lebih lanjut bahwa “sejak semula sudah diakui bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang muncul dalam UUDS sebagai Pasal 38, memang sangat penting, karena dimaksudkan untuk mengganti asas ekonomi masa lalu (asas ekonomi kolonial, pen.) dengan suatu asas baru (asas ekonomi nasional, yaitu asas kekeluargaan, pen.).
Dalam berbagai artikel saya telah menindaklanjuti pemikiran Mr. Wilopo ini dengan mengemukakan bahwa Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 merupakan sumber hukum yang perlu kita perhatikan. Ayat II Aturan Peralihan UUD 1945 menetapkan: “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”. Artinya Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan “asas kekeluargaan” berlaku bagi Indonesia sejak ditetapkan berlakunya UUD 1945, namun tetap masih berlaku pula peraturan perundangan kolonial, tak terkecuali KUHD (Wetboek van Koophandel) yang berasas perorangan (liberalisme). Pasal 33 UUD 1945 berlaku secara permanen, sedang KUHD sebagai akibat Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku secara temporer (transisional). Mereka yang mau memahami pula kedudukan Pasal 33 UUD 1945 dan asas kekeluargaan hendaknya memahami kedudukan peraturan perundangan mengenai keekonomian dalam konteks Aturan Peralihan ini. Artinya, KUHD yang berasas perorangan yang harus di-Pasal 33-kan, bukan Pasal 33 yang harus di-KUHD-kan.

SIAPA YANG DISEBUT RAKYAT?
Dari  landasan sistem ekonomi Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas (Pancasila, UUD 1945, TAP MPRS No. XXIII/66 dan GBHN-GBHN 1973, 1978, 1983, 1988, 1998, 1999), jelas bahwa ekonomi Indonesia berpedoman pada ideologi kerakyatan. Apa  itu kerakyatan dan siapa itu rakyat?
Banyak orang mengatasnamakan rakyat. Ada yang melakukannya secara benar demi kepentingan rakyat semata, tetapi ada pula yang melakukannya demi kepentingan pribadi atau kelompok. Yang terakhir ini tentulah merupakan tindakan yang tidak terpuji. Namun yang lebih berbahaya dari itu adalah bahwa banyak di antara mereka, baik yang menuding ataupun yang dituding dalam mengatasnamaan rakyat, adalah bahwa mereka kurang sepenuhnya memahami arti dan makna rakyat serta dimensi yang melingkupinya.
Sekali lagi, siapa yang disebut “rakyat”? Pertanyaan semacam ini banyak dikemukakan secara sinis oleh sekelompok pencemoh yang biasanya melanjutkan bertanya, “bukankah seorang konglomerat juga rakyat, bukankah Liem Sioe Liong juga rakyat?” Tentu! Namun yang jelas perekonomian konglomerat bukanlah perekonomian rakyat.
“Rakyat” adalah konsepsi politik, bukan konsepsi aritmatik atau statistik, rakyat tidak harus berarti seluruh penduduk. Rakyat adalah “the common people”, rakyat adalah “orang banyak”. Pengertian rakyat berkaitan dengan “kepentingan publik”, yang berbeda dengan “kepentingan orang-seorang”. Pengertian rakyat mempunyai kaitan dengan kepentingan kolektif atau kepentingan bersama. Ada yang disebut “public interest” atau “public wants”, yang berbeda dengan “private interest” dan “private wants”. Sudah lama pula orang mempertentangkan antara “individual privacy” dan “public needs” (yang berdimensi domain publik). Ini analog dengan pengertian bahwa “social preference” berbeda dengan hasil penjumlahan atau gabungan dari “individual preferences”. Istilah “rakyat” memiliki relevansi dengan hal-hal yang bersifat “publik” itu.
Mereka yang tidak mampu mengerti “paham kebersamaan” (mutuality) dan “asas kekeluargaan” (brotherhood atau broederschap) pada dasarnya karena mereka tidak mampu memahami arti dan makna luhur dari istilah “rakyat” itu, tidak mampu memahami kemuliaan adagium “vox populi vox Dei”, di mana rakyat lebih dekat dengan arti “masyarakat” atau “ummat”, bukan dalam arti “penduduk” yang 210 juta. Rakyat atau “the people” adalah jamak (plural), tidak tunggal (singular).
Seperti dikemukakan di atas, kerakyatan dalam sistem ekonomi mengetengahkan pentingnya pengutamaan kepentingan rakyat dan hajat hidup orang banyak,  yang bersumber pada kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu, dalam sistem ekonomi berlaku demokrasi ekonomi yang tidak menghendaki “otokrasi ekonomi”, sebagaimana pula demokrasi politik menolak “otokrasi  politik”.
Dari sini perlu kita mengingatkan agar tidak mudah menggunakan istilah “privatisasi” dalam menjuali BUMN. Yang kita tuju bukanlah “privatisasi” tetapi adalah “go-public”, di mana pemilikan BUMN meliputi masyarakat luas yang lebih menjamin arti “usaha bersama” berdasar atas “asas kekeluargaan”.


PASAL 33 UUD 1945 PERLU DIPERTAHANKAN

Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul “Kesejahteraan Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” itu, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan test untuk keberhasilan pembangunan, bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang mengutamakan kepentingan bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan struktural ekonomi.
Saat ini Pasal 33 UUD 1945 (ide Bung Hatta yang dibela oleh Bung Karno karena memangku ide “sosio-nasionalisme” dan ide “sosio-demokrasi”) berada dalam bahaya. Pasal 33 UUD 1945 tidak saja akan diamandemen, tetapi substansi dan dasar kemuliaan ideologi kebangsaan dan kerakyatan yang dikandungnya akan diubah, artinya akan digusur, oleh sekelompok pemikir dan elit politik yang kemungkinan besar tidak mengenal platform nasional Indonesia.
Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 menegaskan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Perkataan disusun artinya “direstruktur”. Seorang strukturalis pasti mengerti arti “disusun” dalam konteks restrukturisasi ekonomi, merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, menghilangkan subordinasi ekonomi (yang tidak emancipatory) dan menggantinya dengan demokrasi ekonomi (yang participatory dan emancipatory).
Mari kita baca Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 “… Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajad hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya …”. Bukankah sudah diprediksi oleh UUD 1945 bahwa orang-orang yang berkuasa akan menyalahgunakan kekuasaan, akan habis-habisan ber-KKN karena melalaikan asas kekeluargaan. Bukankah terjadinya ketidakadilan sosial-ekonomi mass poverty, impoverishmen dan disempowerment terhadap rakyat karena tidak hidupnya asas kekeluargaan atau brotherhood  di antara kita? Dalam kebersamaan dan asas kekeluargaan, keadilan sosial-ekonomi implisit di dalamnya.
Dari Penjelasan UUD 1945 juga kita temui kalimat “… Meskipun dibikin UUD yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan, UUD itu tentu tidak ada artinya dalam praktek …”. Ini kiranya jelas, self-explanatory.
Pasal 33 UUD 1945 akan digusur dari konstitusi kita. Apa salahnya, apa kelemahannya? Apabila Pasal 33 UUD 1945 dianggap mengandung kekurangan mengapa tidak disempurnakan saja dengan ayat-ayat tambahan, dengan tetap mempertahankan 3 ayat aslinya.
Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan dengan tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Makin berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens, Tony Blair, dll) makin meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat ini 13 dari 15 negara Eropa Barat menganut paham sosial-demokrasi (Dawam Rahardjo, 2000).
Memang tidak akan mudah bagi mereka untuk memahami Pasal 33 UUD 1945 tanpa memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi kerakyatan, ataupun tanpa memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang saat ini tetap relevan. Mereka (sebagian ekonom junior) kiranya tidak suka mencoba memahami makna “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (ayat 1 Pasal 33). “Kebersamaan” adalah suatu “mutuality” dan “asas kekeluargaan” adalah “brotherhood” atau “broederschap” (bukan kinship atau kekerabatan), bahasa agamanya adalah ukhuwah, yang mengemban semangat kekolektivan dan solidaritas sosial. M. Umer Chapra (2001) bahkan menegaskan bahwa memperkukuh brotherhood merupakan salah satu tujuan  dalam pembangunan ekionomi,. Brotherhood menjadi sinergi kekuatan ekonomi utnuk saling bekerjasama, tolong-menolong dan bergotong-royong.
Pura-pura tidak memahami makna mulia “asas kekeluargaan” terkesan untuk sekedar menunjukkan kepongahan akademis belaka. “Asas kekeluargaan” adalah istilah Indonesia yang sengaja diciptakan untuk memberi arti brotherhood, seperti halnya persatuan Indonesia” adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan “kerakyatan” adalah istilah Indonesia untuk demokrasi.(Mubyarto, 2001).
Memang yang bisa memahami asas kekeluargaan adalah mereka yang bisa memahami cita-cita perjuangan dalam konteks budaya Indonesia, yang mampu merasakan sesamanya sebagai “saudara”, “sederek”, “sedulur”, “sawargi”, “kisanak”, “sanak”, “sameton” dan seterusnya, sebagaimana Al Islam menanggap sesama ummat (bahkan manusia) sebagai “saudara”, dalam konteks rahmatan lil alamin.  
Jadi asas kekeluargaan  yang brotherhood ini bukanlah asas keluarga atau asas kekerabatan (bukan family system atau kinship) yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas ekonomi kolektif (cooperativism) yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang Ayat II-nya menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yang berkedudukan sebagai “sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945”, artinya dalam posisi “peralihan”. Jadi yang tidak tahu, lalu ingin menghapuskan ketiga ayat Pasal 33 UUD 1945 itu adalah mereka yang mungkin sekali ingin merubah cita-cita dasar Indonesia Merdeka.
Mengulang yang disinggung di atas, “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” adalah satu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu sama lain, merupakan satu paket sistem ekonomi untuk merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, di mana “partisipasi” dalam kehidupan ekonomi harus pula disertai dengan “emansipasi”. Kebersamaan menjadi dasar bagi partisipasi dan asas kekeluargaan menjadi dasar bagi emansipasi. Tidak akan ada partisipasi genuine tanpa adanya emansipasi.
Pasal 33 UUD 1945 tidak punya andil apapun dan keterpurukan ekonomi saat ini, suatu keterpurukan terberat dalam sejarah Republik ini. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang mengakibatkan kita terjerumus ke dalam jebakan utang (debt-trap) yang seganas ini. Pasal 33 UUD 1945 tidak salah apa-apa, tidak ikut memperlemah posisi ekonomi Indonesia sehingga kita terhempas oleh krisis moneter. Pasal 33 UUD 1945 tidak ikut salah apa-apa dalam menghadirkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang menjebol Bank Indonesia dan melakukan perampokan BLBI. Bukan pula Pasal 33 yang membuat perekonomian diampu dan di bawah kuratil negara tetangga (L/C Indonesia dijamin Singapore). Bukan Pasal 33 yang menghadirkan kesenjangan ekonomi (yang kemudian membentuk kesenjangan sosial yang tajam dan mendorong disintegrasi sosial ataupun nasional), meminggirkan rakyat dan ekonominya. Bukan pula Pasal 33 yang membuat distribusi pendapatan Indonesia timpang dan membiarkan terjadinya trickle-up mechanism yang eksploitatif terhadap rakyat, yang menumbuhkan pelumpuhan (disempowerment) dan pemiskinan rakyat (impoverishment). Lalu, mengapa kita mengkambinghitamkan Pasal 33 UUD 1945 dan justru mengagung-agungkan globalisasi dan pasar-bebas yang penuh jebakan bagi kita? Pasal 33 tidak menghambat, apalagi melarang kita maju dan mengambil peran global dalam membentuk tata baru ekonomi mondial.
Tiga butir Ayat Pasal 33 UUD 1945 tidak seharusnya dirubah, tetapi ditambah ayat-ayat baru, bukan saja karena tidak menjadi penghambat pembangunan ekonomi nasional tetapi juga karena tepat dan benar. Kami mengusulkan berikut ini sebagai upaya amandemen UUD 1945, yang lebih merupakan suatu upaya memberi “addendum”, menambah ayat-ayat, misalnya untuk mengakomodasi dimensi otonomi daerah dan globalisasi ekonomi, dengan tetap mempertahankan tiga ayat aslinya.

PENUTUP: SIAPA YANG BERDAULAT, PASAR, ATAU RAKYAT?
Kesalahan utama kita dewasa ini terletak pada sikap Indonesia yang kelewat mengagumi pasar-bebas. Kita telah “menobatkan” pasar-bebas sebagai “berdaulat”, mengganti dan menggeser kedaulatan rakyat. Kita telah menobatkan pasar sebagai “berhala” baru.
Kita boleh heran akan kekaguman ini, mengapa dikatakan Kabinet harus ramah terhadap pasar, mengapa kriteria menjadi menteri ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar. Bahkan sekelompok ekonom tertentu mengharapkan Presiden Megawati pun harus ramah terhadap pasar. Mengapa kita harus keliru sejauh ini.
Mengapa tidak sebaliknya bahwa pasarlah yang harus bersahabat kepada rakyat, petani, nelayan, dst dst. 1)
1) Mengapa pasar di Jepang dapat diatur bersahabat dengan petani Jepang, sehingga beras di Jepang per kilo yang mencapai harga rupiah
sebesar Rp. 30.000,- para importir Jepang tidak mengimpor beras murah dari luar negeri. Mengapa pula kita harus “memperpurukkan” petani-petani
kita, justru ketika kita petani sedang panen padi, kita malah mengimpor beras murah dari luar negeri?
Siapakah sebenarnya pasar itu? Bukankah saat ini di Indonesia pasar adalah sekedar (1) kelompok penyandang/ penguasa  dana (penerima titipan dana dari luar negeri/komprador, para pelaku KKN, termasuk para penyamun BLBI, dst); (2) para penguasa stok barang (termasuk penimbun dan pengijon); (3) para spekulan (baik di pasar umum dan pasar modal); dan (4) terakhir adalah rakyat awam yang tenaga-belinya lemah. Pada hakekatnya yang demikian itu ramah kepada pasar adalah ramah kepada ketiga kelompok pertama sebagai pelaku utama (baca: para penguasa pasar dan penentu pasar).
Oleh karena itu pasar harus tetap dapat terkontrol, terkendali, not to fully rely-on, 2) tetapi sebaliknya pasarlah, sebagai “alat” ekonomi, yang harus mengabdi kepada negara. Adalah kekeliruan besar menganggap pasar sebagai “omniscient” dan “omnipotent” sehingga mampu mengatasi ketimpangan struktural. Adalah naif menganggap “pasar bebas” adalah riil.  Lebih riil sebagai kenyataan adalah embargo, proteksi terselubung, unfair competition, monopoli terselubung (copyrights, patents, intellectual property rights), tak terkecuali embargo dan economic sanctions sebagai kepentingan politik yang mendominasi dan mendistorsi pasar.

2) Lihat Sri-Edi Swasono “Pasar-Bebas yang Imajiner: Distorsi Politik dan Pertentangan Kepentingan Internasional”, Mimeo, Kantor Menko Ekuin, 21
Maret 1997.
Apabila pasar tidak dikontrol oleh negara, apabila asar kita biarkan bebas sehingga pasar-bebas kita jadikan “berhala” dan kita nobatkan sebagai berdaulat, maka berarti kita membiarkan pasar menggusur kedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar 1945 jelas menegaskan rakyatlah yang berdaulat, bukan pasar.
Demikian itulah, apabila kita ingin mempertahankan kedaulatan rakyat, maka Pasal 33 UUD 1945 hendaknya tidak dirubah, “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” adalah kata-kata dan makna mulia yang harus tetap dipertahankan. Menghilangkan “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” bisa diartikan sebagai  mengabaikan nilai-nilai agama, mengabaikan moralitas ukhuwah di dalam berperikehidupan yang menjadi kewajiban agama.
“Kesejahteraan Sosial” sebagai jugul Bab XIV UUD 1945 pun tidak perlu dirubah atau diganti dengan memasukkan perkataan “Ekonomi”, sebab “ekonomi”  adalah derivat atau alat untuk mencapai “kesejahteraan sosial” itu.


Prof. Dr. Sri-Edi Swasono :
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI)
Makalah disampaikan dalam Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Sistem Ekonomi Indonesia, Jakarta, 19 Februari 2002.

Lampiran :  
PLATFORM NASIONAL (Sri-Edi Swasono)
PLATFORM NASIONAL – I
Manifesto Politik: Indonesia Merdeka dan Bersatu (menjunjung tinggi National Sovereignty and Territorial Integrity).
Manifesto Budaya
: Bhinneka Tunggal Ika – Pluralisme adalah aset nasional, Pancasila sebagai “asas bersama” (bukan “asas tunggal”) merupakan pemersatu bagi pluralisme.
PLATFORM NASIONAL – II
Persatuan Indonesia dan keberdaulatan Indonesia merupakan tuntutan politik dominan dan final.
PLATFORM NASIONAL – III
Arti Kemerdekaan: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, berkepribadian dalam budaya (Bung Karno).
PLATFORM NASIONAL – IV
Kepentingan nasional adalah utama, tanpa mengabaikan tanggungjawab global (politik luar negeri “bebas-aktif”).
PLATFORM NASIONAL – V
Yang kita bangun adalah rakyat, bangsa dan negara.
Pembangunan ekonomi adalah derivat untuk mendukung pembangunan rakyat, bangsa dan negara. Pengembangan ekonomi rakyat memberi makna substantif terhadap platform ini.
PLATFORM NASIONAL – VI
Hubungan ekonomi nasional berdasar kebersamaan (mutuality) dan asas kekeluargaan (brotherhood, bukan kinship) yang partisipatif dan emansipatif (Bung Hatta).
PLATFORM NASIONAL – VII
Kita harus ikut mendisain ujud globalisasi (sebagai subyek, bukan obyek).
Kita harus tetap mewaspadai globalisasi, jangan sampai kepentingan nasional terdominasi oleh kepentingan global.
PLATFORM NASIONAL –VIII
Untuk melaksanakan Otonomi Daerah dalam NKRI, kita harus tetap memiiki (tidak merongrong) Pemerintah Pusat yang kuat, yang kita tolak adalah Sentralisme Pusat.
PLATFORM NASIONAL – IX
Yang kita tuju adalah “Pembangunan Indonesia” bukan “Pembangunan di Indonesia”.
PLATFORM NASIONAL – X
Hutang luar negeri bersifat pelengkap dan sementara (Sri Sultan HB IX). Investasi asing berdasar mutual benefit, bukan predominasi (tidak overheersen) (Bung Karno dan Bung Hatta).
PLATFORM NASIONAL – XI
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok-pokok kehidupan rakyat untuk digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dari generasi ke generasi.